Makalah
Psikologi
Implikasi
Pertumbuhan dan Perkembangan pendidikan
Disusun
Oleh:
Efi
Desti Utami
NIM: 2011590001
Fakultas
Agama Islam
Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Tahun
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami
perubahan dari bayi sampai dewasa. Perubahan tersebut bukan hanya bersifat jasmani namun bisa bersifat
rohani. Perubahan ini mencakup dua tahapan, yaitu perkembangan dan pertumbuhan.
Proses pertumbuhan manusia bersifat meningkat, menetap, kemudian
mengalami kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia. Berbeda halnya dengan
perkembangan yang relatif berkelanjutan sepanjang individu yang bersangkutan
tetap memeliharanya. Dengan demikian, pertumbuhan cenderung mengarah pada kemajuan
fisik atau pertumbuhan tubuh sampai pada masa tertentu sedangkan perkembangan
lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus
sampai akhir hayat.
Menurut Whiterington (1982:10)
bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui
tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang
berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan
perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri
melalui proses belajar-mengajar. Oleh sebab itu manusia memerlukan
pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan setiap individu untuk
mengembangkan kualitas, potensi dan bakat diri.
B.
Tujuan
Berdasarkan latar
belakang diatas maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah adalah mengkaji
bagaimana implikasi pertumbuhan dan perkembangan individu terhadap pendidikan.
BAB II
KONSEP DASAR
1.
Pertumbuhan
Menurut
A.E. Sinolung (1997) pertumbuhan merujuk pada perubahan kuantitas, yaitu yang
dapat dihitung atau diukur, seperti tinggi dan berat badan. Sedangkan menurut
Ahmad Thonthowi (1993), mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang
meningkat dalam ukuran sebagai akibat dari perbanyakan sel-sel. Pertumbuhan
dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan
tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara
berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang
menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
2. Perkembangan
Menurut
Nagel (dalam A. Razak Daruma, Sulaiman Samad, Mustafa, 2007) perkembangan
merupakan pengertian di mana terdapat struktur yang terorganisasikan dan
mempunyai fungsi-fungsi tertentu, karena itu bilamana terjadi perubahan
struktur baik dalam organisasi, maupun dalam bentuk akan mengakibatkan
perubahan fungsi. Menurut Sugiyanto (2006) perkembangan adalah proses perubahan
kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh ke arah yang makin
terorganisasi dan terspesialisasi. Makin terorganisasi artinya organ-organ
tubuh makin bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan. Makin terspesialisasi
artinya organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Dari kedua pendapat di atas, perkembangan dapat diartikan
sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri
individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai
perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau
kematangannya.
Prinsip-prinsip perkembangan menurut Yelon and Weinstein
ada 5, yaitu :
- Perkembangan individu berlangsung terus menerus sejak pembuahan hingga meninggal dunia.
- Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mempunyai perkembangan yang normal.
- Semua aspek perkembngan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama lainnya saling berhubungan.
- Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
5.
Perkembangan
berlangsung secara bertahap dan setiap tahap memilki karakteristik tertentu
3. Individu
Individu
berasal dari kata yunani yaitu “individium” yang artinya “tidak terbagi”. Dalam
ilmu sosial paham individu, menyangkut tabiat dengan kehidupan dan jiwa yang
majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Individu merupakan
kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan bukan sebagai manusia
keseluruhan. Maka dapat disimpulkan bahwa individu adalah manusia yang memiliki
peranan khas atau spesifik dalam kepribadiannya. Dan terdapat tiga aspek dalam
individu yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek
sosial. Dimana aspek aspek tersebut saling berhubungan, apabila salah satu
rusak maka akan merusak aspek lainnya.
Individu
menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.
Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan,
berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Individu mempunyai
ciri-ciri memiliki suatu pikiran dan diri. Dimana individu sanggup menetapkan
kenyataan, interprestasi situasi, menetapkan aksi dari luar dan dalam dirinya.
Dapat diartikan sebagai proses komunikasi individu dalam berinteraksi dan
berhubungan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan dan Perkembangan
Individu
Tahapan-Tahapan Perkembangan
Individu
Ada banyak
pendekatan dalam menentukan tahapan perkembangan individu, diantaranya adalah
pendekatan didaktis. Dalam hal ini, Syamsu Yusuf (2003) mengemukakan tahapan
perkembangan individu dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut:
A. Masa Usia Pra Sekolah
Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua
yaitu masa vital dan masa estetik
- Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua umunya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya.
- Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka.
B. Masa Usia Sekolah Dasar
Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga
masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak
dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi
dua, yaitu masa kelas-kelas rendah dan masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7
– 9/10 tahun) :
- Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.
- Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
- Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
- Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
- Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
- Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas
tinggi (9/10-12/13 tahun) :
- Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
- Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
- Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
- Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
- Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
- Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama.
C. Masa Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah menengah
bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam tiga bagian yaitu :
- masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial,
- masa remaja madya; pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya.
- masa remaja akhir; setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan memberikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa.
D. Masa Usia Kemahasiswaan
(18,00-25,00 tahun)
Masa ini dapat digolongkan pada masa
remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa
ini merupakan pemantapan pendirian hidup.
B. Implikasi Pertumbuhan dan Perkembangan
Terhadap Pendidikan
1. Implikasi Perkembangan Otak
Terhadap Pendidikan Dasar
Dengan
memggunakan otak maka seseorang akan mampu menghasilkan tiga macam bentuk
fikiran, yaitu rasio-intuitif, emosional, dan fikiran spiritual. Yahya Muhaimin
(dalam Taufik Pasiak, 2004) mengatakan bahwa kemapuan otak merupakan potensi
yang memungkinkan seseorang dalam mengembangkan diri untuk menjadi makhluk
menuju eksistensi (wujud) yang sempurna di dunia ini. Otak yang tidak
dirangsang secara optimal tentu tidak akan membuat pemilik otak tersebut
menjadi makhluk yang sempurna.
Hampir
semua orangtua tahu bahwa anak dengan otak yang terlatih dan terdidik, tanpa
mengabaikan kualitas emosional dan spiritual, akan mampu membuat mereka menjadi
bahagia, cerdas dan berakhlak. Tentu saja ini diperoleh oleh anak yang memiliki
otak yang berkualitas dan pengembangan emosional dan spiritual yang mantap.
Untuk
meningkatkan potensi otak agar anak bisa menjadi cerdas, ditentukan pula oleh
kapasitas ingatan, jumlah informasi dan kualitas pendidikan anak. Markowitz
(2002) dalam bukunya “otak sejuta gigabyte: buku pintar membangun ingatan
super” juga membahas tentang proses ingatan, mengelola informasi, dan strategi
untuk sukses di sekolah. Ingatan seseorang memberikan rujukan pada masa lalu
dan prediksi untuk masa yang akan datang. Ingatan yang menyentuh emosi, penuh
kehangatan atau penuh trauma, umumnya tersimpan untuk waktu yang lama. Semua
pengalaman yang dilalui dan dimiliki oleh seseorang akan tersimpan dalam otak
dan dengan pengulangan, pengistirahatan serta sentuhan emosi, maka ingatan yang
kuat akan terbentuk. Ingatan anak akan tumbuh karena seringnya pemakaian dan
semakin banyaknya anak belajar. Untuk itu anak perlu dikondisikan agar terbiasa
belajar dengan teratur dan frekuensi yang tinggi, menjadikan belajar sebagai
kebutuhan hidup anak.
Dalam
mengoptimalkan potensi otak demi untuk pendidikan, maka pemilik otak itu harus
memperhatikan pertumbuhan dan pengembangan otak mereka. Namun yang bertanggung
jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan otak mereka dalah orang tua, guru,
pengasuh, masyarakat dan pemerintah. Yang diperlukan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan otak mereka adalah, memperkaya pengalaman hidup
mereka (anak), memberi pendidikan dan pengalaman hidup, memberi makanan dan
minumab yang bergizi, cukup gerak badan dan istirahat. Dan hal lain yang juga
penting adalah memberi model dan sentuhan kasih sayang. Kemudian yang perlu
dihindari karena bisa membelenggu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak/
siswa adalah kebiasaan yang asal serba melarang, terlalu suka campur tangan dan
serba membatu.
3. Karakteristik Individu dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan Dasar
Karakter
merupakan watak atau ciri seseorang yang dapat membedakan satu dengan yang
lainnya. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap tingkah laku
seseorang. Pembentukan karakter merupakan proses tanpa henti yang diperoleh
dari pendidikan, pengalam hidup dan lingkungannya. Manusia memiliki ciri khas
yang disebut hakikat manusia.
Setiap
siswa mempunyai kemampuan dan pembawaan yang berbeda. Siswa juga berasal dari
lingkungan sosial yang tidak sama. Kemampuan, pembawaan, dan lingkungan sosial
siswa membentuknya menjadi sebuah karakter tersendiri yang mempunyai pola
perilaku tertentu. Pola perilaku yang terbentuk tersebut menentukan aktivitas
yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Aktivitas-aktivitas diarahkan untuk mencapai cita-cita siswa, tentunya dengan
bimbingan guru.
Karakteristik
siswa sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Siswa yang
mempunyai kesiapan secara fisiologis dan psikologis akan mampu mengikuti proses
pembelajaran dengan baik. Sebaliknya, siswa yang tidak mempunyai kesiapan
secara fisiologis dan psikologis akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran.
Salah satu cara yang dapat ditempuh
untuk mengatasi perbedaan karakteristik siswa adalah dengan menerapkan mastery
learning (pembelajaran tuntas). Mastery learning memungkinkan siswa untuk
menyelesaikan materi pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan karakteristik
masing-masing. Tidak semua siswa mampu menguasai materi pembelajaran dalam
waktu yang sama. Perbedaan individual merupakan hal yang pasti dijumpai dalam
kondisi pembelajaran di manapun. Menghadapi perbedaan individual siswa, guru
harus bersikap bijaksana. Artinya, guru harus bersikap sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan siswa dan memberikan perhatian yang cukup kepada siswa yang
bermasalah. Guru perlu memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perbedaan di
antara para siswanya. Hal yang harus dipahami oleh guru adalah tidak semua
siswa harus memiliki penguasaan yang sama terhadap pelajaran.
4. Implikasi Perkembangan Kognitif
Terhadap Pendidikan Dasar
Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis),
sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Menurut
Piaget (Bringuier, 1980), pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga
bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek,
ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari
sudut tinjauan biologi dan antara pikiran dan obyeknya menurut tinjauan
kognitif. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan
kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan
lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk
struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan.
Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu
masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa
awal.
Berikut
ini beberapa upaya yang harus dilakukan pendidik dalam mengembangkan kemampuan
metakognisi dan strategi kognitif.
- Pendidik harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
- Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan strategi menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik mengikuti pelatihan strategi di sekolah (Seiffer dan Hofnung, 1994).
- Menunjukkan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri.
- Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk digunakan.
- Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari pendidik.
- Memberi kesempatan seluas luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
- Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka ketika pendidik sering memberikan umpan balik.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang efektif.
- Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung pada orang lain (Desmita, 2009:143-144).
5.Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan
Beberapa strategi yang mungkin dapat
dilakukan dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu:
1. Memberikan
pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum tersembunyi.
2. Memberikan
pendidikan moral langsung, yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai
dan sifat.
3. Memberikan
pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan
pendidikan moral tidak rangsung terfokus pada upaya membantu siswa untuk
memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka.
4. Menjadikan
wahana yang kondusif bagi peserta didik menghayati agamanya.
5. Membantu
peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parentin.
6.Implikasi Proses Penyesuaian Individu Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mempelancar proses penyesuaian diri setiap individu khususnya di sekolah
adalah sebagai berikut.
1.
Menciptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi individu didik baik
secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.
Menciptakan
suasana belajar mengajkar yang menyenangkan bagi peserta didik.
3.
Usaha memahami
peserta didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh
aspek pribadinya.
4.
Menggunkan
metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5.
Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.
Ruangan kelas
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7.
Peraturan atau
tata tertib yang jelas dan dipahami oleh peserta didik.
8.
Guru menjadi
teladan dalam segala aspek pendidikan
9.
Kerja sama dan
saling pengertian dari para guru dalam melaksindividuan kegiatan pendidikan di
sekolah.
10. Pelaksanaan
program bimbingan dan penyeluhan sebaik-baiknya.
11. Situasi
kepemimpinan yang saling pengertian dan tanggung jawab baik pada guru, maupun
pada siswa.
12. Hubungan yang
baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat
(Sunarto dan Hartono, 2008:240).
Guru merupakan figur pendidik yang
penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian peserta didik, maka dari itu
seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang efektif, yaitu sebagai berikut.
1.
Memberi
kesempatan, antusias, dan berminat dalam aktivitas peserta didik di kelas.
2. Ramah ( cheerful) dan
optimis.
3.
Mampu
mengontrol diri, tidak mudah terganggu, dan teratur tindakannya.
4.
Senang akan
canda gurau dan mempunyai rasa humor.
5.
Mengetahui dan
mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
6.
Jujur dan
objektif dalam memperlakukan peserta didik.
7.
Menunjukkan
pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan peserta didik (Ryans dalam
Sunarto dan Hartono, 2008:241).
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan
dapat disimpulkan:
- Setiap individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama hidupnya.
- Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada individu yang sehat dalam perjalanan waktu.
- Perkembangan adalah perubahan karakteristik yang khas dari gejala-gejala psikologis ke arah yang lebih maju dan berlangsung secara terus menerus.
- Pertumbuhan dan perkembangan seorang individu sangat dipengaruhi oleh hereditas, lingkungan, proses kematangan , dan asupan gizi dalam tubuhnya.
- Pertumbuhan dan perkembangan individu berimplikasi pada pendidikan, sebagai contohnya adalah kehidupan anak jalanan yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak mendapat pelayanan yang layak sehingga mereka tersisihkan. Padahal mereka punya hak yang sama seperti anak-anak lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar