Kamis, 28 Juni 2012

makalah psikologi


Makalah Psikologi
Implikasi Pertumbuhan dan Perkembangan pendidikan
umj logo.jpeg





Disusun Oleh:

Efi Desti Utami
NIM:   2011590001


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Tahun 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami perubahan dari bayi sampai dewasa. Perubahan tersebut bukan  hanya bersifat jasmani namun bisa bersifat rohani. Perubahan ini mencakup dua tahapan, yaitu perkembangan dan pertumbuhan. Proses pertumbuhan manusia bersifat meningkat, menetap,  kemudian mengalami kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia. Berbeda halnya dengan perkembangan yang relatif berkelanjutan sepanjang individu yang bersangkutan tetap memeliharanya. Dengan demikian, pertumbuhan cenderung mengarah pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh sampai pada masa tertentu sedangkan perkembangan lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat.
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Oleh sebab itu manusia memerlukan pendidikan  demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, potensi dan bakat diri.
B.     Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah adalah mengkaji bagaimana implikasi pertumbuhan dan perkembangan individu terhadap pendidikan.








BAB II
KONSEP DASAR

1. Pertumbuhan
Menurut A.E. Sinolung (1997) pertumbuhan merujuk pada perubahan kuantitas, yaitu yang dapat dihitung atau diukur, seperti tinggi dan berat badan. Sedangkan menurut Ahmad Thonthowi (1993), mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran sebagai akibat dari perbanyakan sel-sel. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
 2. Perkembangan
Menurut Nagel (dalam A. Razak Daruma, Sulaiman Samad, Mustafa, 2007) perkembangan merupakan pengertian di mana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi, maupun dalam bentuk akan mengakibatkan perubahan fungsi. Menurut Sugiyanto (2006) perkembangan adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh ke arah yang makin terorganisasi dan terspesialisasi. Makin terorganisasi artinya organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan. Makin terspesialisasi artinya organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dari kedua pendapat di atas, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.
            Prinsip-prinsip perkembangan menurut Yelon and Weinstein ada 5, yaitu :
  1. Perkembangan individu berlangsung terus menerus sejak pembuahan hingga meninggal dunia.
  2. Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mempunyai perkembangan yang normal.
  3. Semua aspek perkembngan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama lainnya saling berhubungan.
  4. Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
5.      Perkembangan berlangsung secara bertahap dan setiap tahap memilki karakteristik tertentu

 3. Individu
Individu berasal dari kata yunani yaitu “individium” yang artinya “tidak terbagi”. Dalam ilmu sosial paham individu, menyangkut tabiat dengan kehidupan dan jiwa yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Individu merupakan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan bukan sebagai manusia keseluruhan. Maka dapat disimpulkan bahwa individu adalah manusia yang memiliki peranan khas atau spesifik dalam kepribadiannya. Dan terdapat tiga aspek dalam individu yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial. Dimana aspek aspek tersebut saling berhubungan, apabila salah satu rusak maka akan merusak aspek lainnya.
Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Individu mempunyai ciri-ciri memiliki suatu pikiran dan diri. Dimana individu sanggup menetapkan kenyataan, interprestasi situasi, menetapkan aksi dari luar dan dalam dirinya. Dapat diartikan sebagai proses komunikasi individu dalam berinteraksi dan berhubungan.














BAB III
PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
 Tahapan-Tahapan Perkembangan Individu 
Ada banyak pendekatan dalam menentukan tahapan perkembangan individu, diantaranya adalah pendekatan didaktis. Dalam hal ini, Syamsu Yusuf (2003) mengemukakan tahapan perkembangan individu dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut:
A. Masa Usia Pra Sekolah
Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua yaitu masa vital dan masa estetik
  • Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua umunya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya.
  • Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka.
B. Masa Usia Sekolah Dasar
Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu masa kelas-kelas rendah dan masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 – 9/10 tahun) :
  1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.
  2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
  3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
  4. Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
  5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
  6. Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :
  1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
  2. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
  3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
  4. Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
  5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
  6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama.
C. Masa Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam tiga bagian yaitu :
  1. masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial,
  2. masa remaja madya; pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya.
  3. masa remaja akhir; setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan memberikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa.
D. Masa Usia Kemahasiswaan (18,00-25,00 tahun)
Masa ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.
 B. Implikasi Pertumbuhan dan Perkembangan Terhadap Pendidikan
1. Implikasi Perkembangan Otak Terhadap Pendidikan Dasar
Dengan memggunakan otak maka seseorang akan mampu menghasilkan tiga macam bentuk fikiran, yaitu rasio-intuitif, emosional, dan fikiran spiritual. Yahya Muhaimin (dalam Taufik Pasiak, 2004) mengatakan bahwa kemapuan otak merupakan potensi yang memungkinkan seseorang dalam mengembangkan diri untuk menjadi makhluk menuju eksistensi (wujud) yang sempurna di dunia ini. Otak yang tidak dirangsang secara optimal tentu tidak akan membuat pemilik otak tersebut menjadi makhluk yang sempurna.
Hampir semua orangtua tahu bahwa anak dengan otak yang terlatih dan terdidik, tanpa mengabaikan kualitas emosional dan spiritual, akan mampu membuat mereka menjadi bahagia, cerdas dan berakhlak. Tentu saja ini diperoleh oleh anak yang memiliki otak yang berkualitas dan pengembangan emosional dan spiritual yang mantap.
Untuk meningkatkan potensi otak agar anak bisa menjadi cerdas, ditentukan pula oleh kapasitas ingatan, jumlah informasi dan kualitas pendidikan anak. Markowitz (2002) dalam bukunya “otak sejuta gigabyte: buku pintar membangun ingatan super” juga membahas tentang proses ingatan, mengelola informasi, dan strategi untuk sukses di sekolah. Ingatan seseorang memberikan rujukan pada masa lalu dan prediksi untuk masa yang akan datang. Ingatan yang menyentuh emosi, penuh kehangatan atau penuh trauma, umumnya tersimpan untuk waktu yang lama. Semua pengalaman yang dilalui dan dimiliki oleh seseorang akan tersimpan dalam otak dan dengan pengulangan, pengistirahatan serta sentuhan emosi, maka ingatan yang kuat akan terbentuk. Ingatan anak akan tumbuh karena seringnya pemakaian dan semakin banyaknya anak belajar. Untuk itu anak perlu dikondisikan agar terbiasa belajar dengan teratur dan frekuensi yang tinggi, menjadikan belajar sebagai kebutuhan hidup anak.
Dalam mengoptimalkan potensi otak demi untuk pendidikan, maka pemilik otak itu harus memperhatikan pertumbuhan dan pengembangan otak mereka. Namun yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan otak mereka dalah orang tua, guru, pengasuh, masyarakat dan pemerintah. Yang diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan otak mereka adalah, memperkaya pengalaman hidup mereka (anak), memberi pendidikan dan pengalaman hidup, memberi makanan dan minumab yang bergizi, cukup gerak badan dan istirahat. Dan hal lain yang juga penting adalah memberi model dan sentuhan kasih sayang. Kemudian yang perlu dihindari karena bisa membelenggu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak/ siswa adalah kebiasaan yang asal serba melarang, terlalu suka campur tangan dan serba membatu.
 3. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Dasar
Karakter merupakan watak atau ciri seseorang yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi  terhadap tingkah laku seseorang. Pembentukan karakter merupakan proses tanpa henti yang diperoleh dari pendidikan, pengalam hidup dan lingkungannya. Manusia memiliki ciri khas yang disebut hakikat manusia.
Setiap siswa mempunyai kemampuan dan pembawaan yang berbeda. Siswa juga berasal dari lingkungan sosial yang tidak sama. Kemampuan, pembawaan, dan lingkungan sosial siswa membentuknya menjadi sebuah karakter tersendiri yang mempunyai pola perilaku tertentu. Pola perilaku yang terbentuk tersebut menentukan aktivitas yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas diarahkan untuk mencapai cita-cita siswa, tentunya dengan bimbingan guru.
Karakteristik siswa sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Siswa yang mempunyai kesiapan secara fisiologis dan psikologis akan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebaliknya, siswa yang tidak mempunyai kesiapan secara fisiologis dan psikologis akan mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi perbedaan karakteristik siswa adalah dengan menerapkan mastery learning (pembelajaran tuntas). Mastery learning memungkinkan siswa untuk menyelesaikan materi pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan karakteristik masing-masing. Tidak semua siswa mampu menguasai materi pembelajaran dalam waktu yang sama. Perbedaan individual merupakan hal yang pasti dijumpai dalam kondisi pembelajaran di manapun. Menghadapi perbedaan individual siswa, guru harus bersikap bijaksana. Artinya, guru harus bersikap sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan memberikan perhatian yang cukup kepada siswa yang bermasalah. Guru perlu memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perbedaan di antara para siswanya. Hal yang harus dipahami oleh guru adalah tidak semua siswa harus memiliki penguasaan yang sama terhadap pelajaran.
 4. Implikasi  Perkembangan Kognitif Terhadap Pendidikan Dasar
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Menurut Piaget (Bringuier, 1980), pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara pikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
Berikut ini beberapa upaya yang harus dilakukan pendidik dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi kognitif.
  1. Pendidik harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
  2. Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan strategi menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik mengikuti pelatihan strategi di sekolah (Seiffer dan Hofnung, 1994).
  3. Menunjukkan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri.
  4. Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk digunakan.
  5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari pendidik.
  6. Memberi kesempatan seluas luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
  7. Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka ketika pendidik sering memberikan umpan balik.
  8. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang efektif.
  9. Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung pada orang lain (Desmita, 2009:143-144).
5.Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual  Terhadap Pendidikan

Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu:
1.      Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum tersembunyi.
2.      Memberikan pendidikan moral langsung, yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai dan sifat.
3.      Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak rangsung terfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka.
4.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik menghayati agamanya.
5.      Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parentin.



6.Implikasi Proses Penyesuaian Individu Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempelancar proses penyesuaian diri  setiap individu khususnya di sekolah adalah sebagai berikut.
1.      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi individu didik baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.      Menciptakan suasana belajar mengajkar yang menyenangkan bagi peserta didik.
3.      Usaha memahami peserta didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4.      Menggunkan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5.      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.      Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7.      Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami oleh peserta didik.
8.      Guru menjadi teladan dalam segala aspek pendidikan
9.      Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksindividuan kegiatan pendidikan di sekolah.
10.  Pelaksanaan program bimbingan dan penyeluhan sebaik-baiknya.
11.  Situasi kepemimpinan yang saling pengertian dan tanggung jawab baik pada guru, maupun pada siswa.
12.  Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat (Sunarto dan Hartono, 2008:240).
Guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian peserta didik, maka dari itu seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang efektif, yaitu sebagai berikut.
1.      Memberi kesempatan, antusias, dan berminat dalam aktivitas peserta didik di kelas.
2.      Ramah ( cheerful) dan optimis.
3.      Mampu mengontrol diri, tidak mudah terganggu, dan teratur tindakannya.
4.      Senang akan canda gurau dan mempunyai rasa humor.
5.      Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
6.      Jujur dan objektif dalam memperlakukan peserta didik.
7.      Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan peserta didik (Ryans dalam Sunarto dan Hartono, 2008:241).   







BAB IV

KESIMPULAN


Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan dapat disimpulkan:
  1. Setiap individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama hidupnya.
  2. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada individu yang sehat dalam perjalanan waktu.
  3. Perkembangan adalah perubahan karakteristik yang khas dari gejala-gejala psikologis ke arah yang lebih maju dan berlangsung secara terus menerus.
  4. Pertumbuhan dan perkembangan seorang individu sangat dipengaruhi oleh hereditas, lingkungan, proses kematangan , dan asupan gizi dalam tubuhnya.
  5. Pertumbuhan dan perkembangan individu berimplikasi pada pendidikan, sebagai contohnya adalah kehidupan anak jalanan yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak mendapat pelayanan yang layak sehingga mereka tersisihkan. Padahal mereka punya hak yang sama seperti anak-anak lainnya.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar